Sunday, August 4, 2013

Sepucuk Surat

Disinilah aku sekarang, di sebuah cafe di pojok Alun-Alun Kota, menikmati sore sambil menunggu sahabatku Sang Penyembuh.

Kuhirup kopi yang barusan diantar oleh pelayan, sedangkan sepotong chocolate cake yang tampak menggoda itu masih aku biarkan diatas meja.

"Maafkan aku, apakah aku terlambat?" kata sahabatku sembari menghampiriku.

"Tidak sahabat, aku yang datang terlalu cepat." Kataku sambil tersenyum menyambut kedatanganmu.

Secangkir green tea latte dan sepotong cheese, itu yang kau pesan ketika seorang pelayan menghampiri.

"Musim dingin kali ini menyenangkan sekali, kita beruntung sore ini Salju tidak turun." katamu setelah Pelayan meninggalkan kami.

"Iya, senja ini indah sekali." Kataku sambil melihat kearah Matahari tenggelam.


Kami berdua terdiam untuk beberapa saat.

"Itu.... Apa?" Katamu sambil menunjuk amplop berwarna putih diatas meja.

"Hanya sebuah surat." Kataku dengan cuek.

"Darinya." Kataku menambahkan.

"Oh...." katamu pendek.

"Akankah kau membacanya?" katamu menambahkan.

Surat tersebut masih utuh, belum aku buka.

"Entah lah? Haruskah aku membacanya?"

Pelayan datang menghampiri kami, membawakan pesanan Sang Penyembuh.

"It is yours to decide, whether to read it or not." Katamu sambil tersenyum.

Kuambil surat tersebut, sejenak ku timang dan ku timbang, Tertulis nama dan alamatku di amplop depan namun hanya trrtera namanya di amplop belakang, kemudian aku buka surat tersebut. Ada beberapa lembar kertas di dalamnya, ku buka lipatannya terlihat tulisan tangannya diatas kertas yang juga berwarna putih itu.
Untuk beberapa saat ku baca surat itu, puluhan kata yang tertuang diatas kertas tersebut. Sementara Sang Penyembuh duduk tenang mengamatiku.

Ku lipat kembali lembaran-lembaran kertas surat tersebut, kutatap Sang Penyembuh, dan kemudian berkata

"Sebuah permintaan maaf, namun tak ada sepatah katapun penjelasan kenapa dia pergi."

Sang Penyembuh tersenyum, meraih tanganku untuk kemudian menggegamnya erat. Memberiku kekuatan untuk tersenyum.

Aku sobek surat tersebut beserta amplopnya menjadi kepingan-kepingan kecil, untuk kemudian aku tiup.

"Biarlah Sang Angin membawanya ke tempat seharusnya dia berada, Out of Nowhere."

Dan Sang Angin bertiup, membawa kepingan-kepingan kertas tersebut terbang, jauh entah kemana.

0 comments:

Post a Comment

Feel free to leave your comments here :)