Sebuah pesan pendek yang masuk ke nomorku, dari seorang kawan, teman, sahabat baik yang sudah lama tidak bertemu.
Hari itu sibuk sekali, banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan, tenggat waktu yang harus aku kejar, dan hal-hal lain yang harus segera aku kerjakan.
Dan pesan pendek itu pun terlupakan, tertimbun diantara pekerjaan, dan pesan-pesan pendek lainnya yang lebih penting.
"Sahabat, aku tahu kalau engkau pasti sibuk dengan pekerjaanmu. Bisa kah aku meminta pertolonganmu? Maaf jika aku menganggu kesibukanmu."
Kembali aku menerima pesan pendek, dari orang yang sama.
Aku akan menjawabnya, akan aku tanyakan bantuan apa yang dia butuhkan, dan aku pasti akan membantu dia, apapun itu.
Tapi ah... Kembali pekerjaan menghadangku, menuntutku untuk segera di selesaikan. Dan kembali pesan pendek tersebut tertimbun diantara kesibukan dan pesan-pesan pendek yang lebih penting lainnya. Aku tenggelam dalam kesibukanku, dan melupakan pesan pendek tersebut.
Waktu berjalan, hari berganti hari, dan minggu pun berlalu. Tak lagi kuterima pesan pendek dari sahabatku tersebut. Dan kemudian ku dengar dari seorang teman, kalau dia tengah sakit dan membutuhkan bantuan.
Ku ambil ponselku, dan aku mulai mengetik pesan pendek kepada sahabatku. Tidak... Aku harus menelponnya. Ah, tidak tidak... Aku akan ke rumahnya.
Ku kebut pekerjaanku hari ini, dan pulang lebih awal dari biasanya.
Dalam perjalanan aku mampir ke toko roti, kubelikan kue-kue kesukaannya, tak lupa pula ku belikan sekeranjang buah untuknya. Dan aku pun menuju ke rumah sahabatku.
Sebuah rumah kecil di tengah perkampungan, rumah kecil yang asri dengan berbagai macam tanaman di sekelilingnya, tampak sepi dan semua pintu tertutup.
Ku ketuk pintu perlahan, ku tunggu untuk beberapa saat, ku ulangi beberapa kali, namun tak jua ada jawaban.
Ku lihat seorang lelaki separuh baya tengah duduk di depan rumah di sebelah, kuhampiri orang tersebut dan bertanya,
"Maaf bapak, orang yang tinggal di sebelah ada?"
"Anda siapa?" tanya si bapak.
"Saya... Saudaranya..." Jawabku perlahan.
"Oh... Dia sudah pindah."
"Bapak tahu dia pindah kemana?"
"Tahu... Aku bisa mengantarmu kesana."
Si bapak bangkit, dan kemudian berjalan keluar
"Tak perlu bawa kendaraan, tempatnya tidak jauh." Kata si bapak ketika melihat aku memasuki mobil.
Menyusuri jalanan yang mulai remang, menuju ke ujung desa, untuk kemudian memasuki sebuah gerbang yang tidak terawat.
"Tapi bapak... Ini pemakaman umum." Kataku ketika kami memasuki gerbang tersebut.
"Iya, dia pindah ke sini tiga hari yang lalu." Kata si bapak sambil menunjuk makam baru yang ada pojokan.
Aku terdiam, perlahan ku hampiri makam tersebut.
"Maaf, tadi kau bilang kalau kau saudaranya?" Tanya si bapak.
Lidahku kelu, tak mampu menjawab pertanyaan si bapak. Dan air mata itu mengalir di pipiku, tak mampu dibendung lagi.
Surakarta, 12 Oktober 2013
0 comments:
Post a Comment
Feel free to leave your comments here :)