Menyusuri jalanan Kota Hari-Hari, sampailah aku di depan sebuah gedung bernama Rak 5 Tingkat.
Ah... Sudah berapa lama aku tidak kesini? Rasa rindu tiba-tiba menyergapku.
Rak 5 Tingkat, sebagian orang menyebutnya sebagai toko buku, sebagian lagi menganggapkan sebagai perpustakaan dan yang lainnya menganggapnya sebagai sebuah kafe.
Dan mereka semua tidak salah. Rak 5 Tingkat merupakan sebuah gedung tua dengan banyak rak di dalamnya, yang berisikan beranekaragam buku, orang bisa dengan bebas membaca buku-buku tersebut disana, atapun membeli dan membawanya pulang.
Selain itu ada banyak kursi dan meja di seluruh ruangan, dimana orang-orang bisa bersantai sambil membaca buku dan menikmati berbagai hidangan yang dijual disana.
Memasuki gedung Rak 5 Tingkat, tercium aroma yang sudah lama aku rindukan, aroma khas dari gedung tersebut, yang susah untuk aku ungkapkan dengan kata-kata.
Aku berjalan kearah rak di dekat pintu, menyusuri rak dengan jari-jariku, berharap satu buah buku akan memanggilku untuk aku ambil. Satu demi satu rak aku hampiri, namun tak jua ada buku yang memanggilku. Terlalu asyik aku dengan diriku sendiri, hingga tak terasa sampailah aku di rak paling belakang.
Mataku tertumbuk pada buku bersampul merah, dengan judul tertulis dengan tinta emas, dan juga gambar bunga tercetak di punggungnya. Ku ulurkan tanganku untuk meraihnya, dan sebelum tanganku sampai, tangan yang lain juga terulur hendak meraih buku tersebut.
Aku tertegun, ku lihat orang yang berada di sampingku, dan Kau juga melihat kearahku.
Mulutku terbuka, hendak mengucapkan kalimat, tapi tak satupun kata yang keluar dari mulutku.
Berkali-kali aku mencoba, sampai akhirnya
"Untuk mu." Sebuah kalimat berhasil aku ucapkan.
"Tidak, kau saja." Katamu sambil tertunduk malu.
"Tidak, kau saja." Bagaikan burung beo, aku menirukan kalimatmu.
"Kau yang duluan hendak mengambilnya." Jawabnya
Ku buka mulutku,
"Mungkin... Sebaiknya kita membacanya bersama-sama."
Kau tersenyum, tak menjawab, hanya mengangguk malu.
Ku ambil Buku Bersampul Merah itu, dan berdua kami duduk di kursi di pinggir jendela. Seorang pelayan datang membawakan menu untuk kami.
"Secangkir cokelat panas." Katamu kepada pelayan.
"Saya minta sama dengan yang dia pesan."
"Dan jangan terlalu manis." Kataku menambahkan.
Sang pelayanpun pergi, dan kami kembali terdiam, Kau memandang ke luar jendela, rona merah kulihat jelas di wajahmu. Dan aku masih saja terdiam, belum tahu bagaimana caraku membuka percakapan denganmu.
Sepatu-sepatu kami lah yang kemudian saling berbicara satu sama lain, mewakili tuannya masing-masing. Begitu seru mereka berbicara, dan wajahmu pun semakin merona mendengar pembicaraan antara sepatu-sepatu kita.
Pelayan datang, meletakkan pesanan kami diatas meja. Sejenak mencairkan kebekuan diantara kami.
"Kita baca bukunya sama-sama?" Kataku akhirnya
"Boleh." jawabmu singkat sambil tersenyum
"Buku Tentang Masa Depan Dan Ketidakpastian" Judul yang tertera di sampul buku dengan ilustrasi sebuah bunga yang belum pernah aku lihat sebelumnya
"Sepertinya bagus." Katamu sambil meraih cangkirmu dan menyesapnya
Kata pertama, pada kalimat pertama, paragrap pertama halaman pertama di buku ini tertulis
"Alkisah"
Kau tertawa, aku tertawa, kita tertawa. Entah kenapa kita merasa lucu ketika membaca kalimat tersebut.
Kuraih cangkirku dan ku sesap cokelat hangat didalamnya, aroma cekelat, jahe dan kayu manis langsung terasa menghangatkan dan menenangkan tubuhku.
Dan aku yakin, tadi aku memesan cokelat yang tidak terlalu manis, tapi kenapa rasanya manis sekali?
Entahlah...
2 comments:
duh...romantis..btw, kalo boleh kasi masukan yei *editor mode on..penulisan ke +lokasi/tempat/arah (kanan/kiri dst) dipisah..ex: ke arah..bukan kearah..
Sementara untuk kutipan: "....," katamu. bukan "....." Katamu...
Masih ada yg lain, but, you'll learn..
Aku kasi kamu masukan karena kamu rajin nulis, ga kaya gue..huhu..keep up the good work
@erwina tri
Kyaaa... Terima kasih untuk masukannya ^O^
Post a Comment
Feel free to leave your comments here :)